Coretan tinta hitam

Saturday 12 November 2016

Pokemon Fusion: EEVEE SQUAD! #GiveawaySejutaViews





TENTANG AKU DAN PIKACHU


Tahun
2000 an Pokemon itu ada, dulu aku liat di salah satu station TV swasta, boleh
sebut merek  kagak? Kalau enggak salah
Indosiar, dari sanalah aku dan Pikachu kenalan #ahaay. Dari awal liat Pokemon
sudah suka sama Pikachu, saking demennya sama Pikachu saya sampai koleksi apa
pun yang ada Pikachunya. Mulai dari buku tulis dengan cover Pikachu, terus
kaos dan baju yang bergambar Pikachu sampai celana dalam bergambar Pikachu. Ada
kejadian lucu saat itu, aku punya keponakan saat itu usianya 2 tahunan ( dia
sekarang sudah SMK kelas 2) nah dia punya boneka Pikachu, sebenarnya bukan
boneka sih tapi kayak balon yang bisa bunyi terus bisa duduk Cuma bentuknya
kayak Pikachu. Nah saking sukanya aku sama Pokemon listrik ini, sampai-sampai
aku rebutan boneka itu sama ponakan yang usianya 2 tahun padahal saat itu aku
sudah kelas 5 SD. Cuma dulu tidak sebooming sekarang, karena kecanggihan teknologi
sekarang kita bisa main dengan Pokemon seperti realita saja. Sayangnya aku
enggak punya aplikasinya T_T eh tunggu itu bukan karena aku sudah berpaling
dari Pokemon, tapi karena hp android ku enggak suport untuk main Pokemon, tapi
tenang sejak ada Channel Bang Roll yang ketceh badai, tidak perlu sedih lagi
karena di channel bang Roll disediakan all about Pokemon Go yang lagi heboh. Ya
sih semoga Pokemon Go tetap heboh meski di tv udah keselip sama Dimas kanjeng
dan AA Gatot tapi ngomong-ngomong soal Dimas kanjeng aku mau lah gandai Pokemon
biar banyak #buagh XD



Ahh back to Pokemon,
sayangnya semua koleksi saya yang seabrek hilang keseret longsor waktu itu
#hiks T_T tinggallah kenangan saja antara aku dan celana dalam motif Pikachu eh
tentang koleksi Pikachu yang entah kemana ngilang terseret awan kelabu #ea kok
jadi baper ya :3 . Tapi sampai saat ini aku sudah menikah, masih cintaku pada
Pikachu tidak pudar #Ea ... malahan kalau tidak diprotes sama Enyak Babeh pas nikahkan
tadinya aku mau minta mas kawin boneka Pikachu super guede, kan jarang-jarang
orang nikah mas kawinnya Pikachu. Lucu aja gitu pas ijab kabul,”Saya terima
nikahnya Fulanalah binti Fulan dengan mas kawin Boneka Pikachu dibayar kredit!”
huwaa jangan harap pemirsa sudah pasti itu Cuma ada di fiksi karangan saya :v atau
bisa juga dibaca ide saya dipraktekkan sama kalian semua yang berencana nikah
tahun ini, iya kalian ^_^ mungkin saja habis itu jadi pasangan fenomenal dan
masuk channelnya Bang Roll #Eaa :v atau Bang Roll mau coba ?



Itulah cerita aku dengan
Pikachu semoga menghibur XD ahhh tapi baru-baru ini saya kesengsem mau cat bulu
kucing saya kayak Pikachu #meooow XD.

Thursday 30 June 2016

Korupsi Narkoba Stop!

Korupsi Narkoba stop!

Kemana perginya hati nurani?
Otakmu pun telah dikuasi materi
Rela korbankan rakyat dan negeri untuk membeli Lamborghini
Pantaskah kau duduk di kursi pejabat dan tertawa berseri?!
Setelah kau sakiti seluruh rakyat negeri dengan ambisi! Sampai kapan?
Indonesiaku  menangis karena terjajah tikus-tikus berdasi

lalu,

Negeriku menangis meratapi diri, karena
Anak-anak bangsa mulai teracuni.
Remaja penerus terkotori heroin dan ekstasi,
Kemanakah moral yang harusnya dijunjung tinggi? Sedangkan,
Obat-obatan terlarang mulai menguasi dan membuat lupa diri.
Bagaimana? Kita 'kan bangun tanah pertiwi! Jika,
Anak-anak dan remaja harapan bangsa sudah tidak peduli diri sendiri apalagi negeri?!

Sekarang, marilah kita sayangi diri dan negeri warisan ibu pertiwi.
Tanamkan rasa nasionalisme dalam diri, katakanlah tidak pada
Obat terlarang dan korupsi, karena hanya
Pada pundak kitalah kan berjaya negeri ini.

Semua akan pulang

Semua pasti pulang

oleh: Irna

Segala harta, tahta, dan cinta
yang membuatmu lupa pada-Nya
Segala tubuh kuat bak besi baja
yang membuatmu menindas sesama
Segala apa yang kau punya
pasti 'kan hilang pada waktunya

Detik waktu kian memburu
Namun tubuh masih berburu mengejar nafsu
tak peduli pada kata habis waktu
meski bulan berganti tahun dan sudah dekat dengan masa mu

Lihatlah di sana
hamparan tanah bergunduk merah bertabur bunga
kita pun 'kan ada disana hari ini atau lusa
sudahkah kita mempersiapkan bekalnya?
sedangkan diri hanya sibuk menumpuk dosa
taukah kamu jika berada di dalamnya?
hanya ada 6 pertanyaan yang mudah tapi tak 'kan bisa kau menjawabnya
Tidak! bukan harta dan tahta yang mereka tanya,
Man Rabbuka?
Man Nabiyukka?
Man Dinuka?
Man Imamuka?
Aina Qiblatuka?
Man Ikhwanuka?
Bisakah kau menjawabnya?
Jika hari-harimu sibuk mengejar harta?
bisakah kau menjawabnya?
Jika detik waktu kau habiskan hanya mencari muka?
bisakah kau menjawabnya?
Ketika saudara seiman seagamamu terluka dan menahan lapar di perutnya,
kau sibuk pontang-panting mencari tahta?

Tidakah kau sadar wahai kawanku
tak akan selamanya raga ini menjagamu
semua akan rapuh dan perlahan runtuh
Semua akan berpulang pada asalnya
semua akan hilang untuk selamanya
karena kita adalah milik-Nya
dan kelak 'kan kembali pula pada-Nya

Kuningan,01-07-16

Wednesday 18 May 2016

Manuk wik wik

Manuk Wik-wik

"Teteh ..., Teh Euis!" Ujang berlari-lari di pematang sawah, tidak peduli kakinya yang belepotan oleh tanah sawah yang becek. Napasnya tersengal-sengal tapi kabar yang harus disampaikan pada kakak perempuannya itu sangat penting. Euis yang sedang menjalankan pekerjaan 'ngarit' merasa terganggu lalu menoleh dilihatnya wajah sang adik begitu cemas.

"Aya naon, Jang?! Rusuh kitu?" ujar Euis menatap sang adik yang sedang mengatur napas akibat kecapekan berlari.

"Emak ..., Emak pingsan Teh. Ujang enggak tau kenapa, Ujang baru pulang sekolah, si Emak sudah dikerumuni warga." Euis menghentikan pekerjaanya, segera ia berlari menuju rumahnya. Karung dan sabit yang ia gunakan untuk 'ngarit' pun ia tinggalkan. Hatinya mendadak cemas pada Emak yang akhir-akhir ini kesehatanya memburuk, Ujang menyusul di belakangnya membawa barang-barang yang ditinggalkan Euis. Tidak berapa lama Euis sampai di rumahnya, terlihat mamang dan bibi sedang memberi minum Emak, Euis langsung menghambur ke pelukan Emak.

"Emak, kunaon emak teh geuning kieu. Bi kunon emak, Bi?" wajah cantik gadis berumur dua puluh tahun itu tampak khawatir dengan keadaan Emaknya. Bibi melirik Mang Soleh, lalu menarik tangan Euis ke dapur. Karena disana banyak tetangga, sepertinya yang akan disampaikan Bi Ning sangat rahasia dan penting.

"Aya naon atuh, Bi. Cerita saja sama Euis," ujar Euis menatap Bi Ning

"Euis, tadi sebelum emak pingsan. Bapak kamu teh datang marah-marah, minta uang sama emak. Tapi sama emak teu dibere, bapak kamu teh ...." Bi Ning menghela napas sebentar," Bapak kamu mau nikah lagi Euis. Sama janda di desa sebelah, sing sabar nya geulis," Euis mengepalkan tangannya kesal. Apa mau bapaknya itu. Padahal Emak sedang sakit, bapak malah membuat Emak tambah sakit. Euis benci pada bapaknya, kalau saja membunuh itu tidak dosa, ingin rasanya Euis membunuh bapaknya. Yang selalu menyakiti Emak, setiap hari hanya minum-minum dan berjudi. Lalu sekarang mau nikah lagi, Euis sangat benci pada bapaknya yang sebulan lalu hampir menjualnya pada lelaki hidung belang.

"Tadi sempet cekcok sama Mamang kamu. Tapi bapak kamu teh malah ngancam sama mamang sama bibi," ujar Bi Ning.

"Euis bener-bener benci sama bapak. Euis benci punya bapak seperti dia!" ujar Euis, tak terasa airmata menggenang di pelupuk matanya. Rasa sesak dan sakit di dadanya terasa menjadi-jadi. Belum sembuh lukanya sebulan lalu sekarang bertambah,

Seminggu berlalu, kesehatan Emak semakin memburuk. Setiap hari mengigau menyebut nama bapak Euis. Euis heran pada Emak, bapak begitu kejam dan sering menyakitinya namun, entah kenapa Emak sangat mencintai bapak. Emak tidak pernah menjelek-jelekan bapak di depan Ujang atau Euis, Emak juga tidak pernah mengajarkan anak-anaknya untuk membenci bapak.

"Euis ..., mana bapak? Euis geura teangan bapak," Emak bergumam. Bidan sudah dipanggil oleh Bi Ning tapi Emak menolak makan obat atau pun dirawat di rumah sakit. Emak terus-terusan memanggil bapak, perasaan Euis semakin tidak menentu, Euis takut kehilangan Emak.

"Wik-wik-wik-wik" suara burung diatas pohon randu di dekat rumah Euis. Orang-orang percaya jika ada burung  Wik-wik tanda jika rumah tersebut akan dirundung duka, akan ada salah satu kerabat atau anggota keluarga penghuni rumah yang meninggal. Hati Euis ketar-ketir, takut kehilangan Emak. Euis benci pada bapaknya, yang tidak pulang-pulang. Mang Soleh kesana-kemari mencari bapak, tapi tetap saja belum membuahkan hasil. Euis beranjak dari duduknya, mengambil batu di depan rumah dan melemparkannya ke arah burung Wik-wik. Burung Wik-wik terusik lalu terbang, Euis merasa burung itu mengejeknya. Euis kembali meraih batu-batu kerikil dan mengejar burung Wik-wik.

"Hush! Indit siah! Indit!" teriak Euis seperti kerasukan, bayangan masa lalu melintas di kepalanya saat bapak memukul Emak. Euis semakin murka, dilemparinya terus sang burung Wik-wik tidak peduli hujan yang deras jatuh membasahi bumi. Tidak peduli halilintar yang saling bersahutan menghiasi langit yang mencekam, angin kencang membuat pohon-pohon tidak tenang, Euis terus berlari tidak peduli suara Ujang dan Bi Ning yang mulai terdengar samar menyebut namanya, Euis benci bapak, Euis benci hidupnya.

"Indit! Indit siah!" Euis berkomat-kamit mengucapkan sumpah serapahnya, Euis sama sekali tidak peduli sebuah pohon besar tersambar petir dan tubang ke arahnya.

Duka menyelubungi keluarga Mak Ijah. Seminggu setelah meninggalnya Euis Prameswari akibat tertimpa pohon. Mak Ijah pun menghembuskan napas terakhirnya, Ujang kini sendirian. Emak tiada kakaknya pun sama, Ujang menangis tersedu-sedu di hadapan pusara Emak dan kakaknya, Mang Soleh dan Bi Ning disampingnya berusaha memberi secerah harapan dan motivasi pada  bocah berumur sepuluh tahun itu. Ujang ingat pesan terakhir Emak sebelum meninggal,"Jang ..., kalau suatu saat nanti bapak kamu pulang. Ulah dicarekan ku Ujang. Bagaimana pun juga dia teh tetep bapak Ujang sama teh Euis, kalau tidak ada bapak Ujang sama teteh tidak akan ada. Peupeujeuh kasep sing pinter, sing soleh, sing jadi jalma bener. Burung palung oge bapak hidep," nasehat emak terngiang di telinga Ujang.

Ujang mengakhiri solatnya dengan berdoa untuk almarhum Emak dan kakaknya  tidak lupa untuk bapaknya. Ujang dirawat oleh Bi Ning hingga sekarang sudah sarjana dan hidupnya lebih baik dengan menjadi insinyur pertanian.

"Jang, mau jenguk bapak lagi?" tanya Bi Ning saat Ujang berkemas rapi.

"Iya, Bi. Ujang teh pamit ya, Bi." Ujang mencium tangan Bi Ning. Bi Ning bangga pada anak angkatnya berkat kecerdasanya kini sudah jadi insinyur. Ujang melangkahkan kaki lalu menstater motornya menuju rumah sakit jiwa tempat bapaknya kini berada.

Kuningan,23 April 2016